Selasa, 13 Desember 2011

Tentang Isra dan Miraj



Isra’ mi’raj jelas bukan perjalanan seperti dengan pesawat terbang antarnegara
dari Mekkah ke Palestina dan penerbangan antariksa dari Masjidil Aqsha ke
langit ke tujuh lalu ke Sudratul Muntaha. Isra’ Mi’raj adalah perjalanan keluar
dari dimensi ruang waktu. Tentang caranya, iptek tidak dapat menjelaskan.
Tetapi bahwa Rasulullah SAW melakukan perjalanan keluar ruang waktu, dan bukan
dalam keadaan mimpi, adalah logika yang bisa menjelaskan beberapa kejadian yang
diceritakan dalam hadits shahih. Penjelasan perjalanan keluar dimensi ruang
waktu setidaknya untuk memperkuat keimanan bahwa itu sesuatu yang lazim
ditinjau dari segi sains, tanpa harus mempertentangkannya dan menganggapnya
sebagai suatu kisah yang hanya dapat dipercaya saja dengan iman.

Kita hidup di alam yang dibatas oleh dimensi ruang-waktu (x,y,z,t). Sehingga
kita selalu memikirkan soal jarak dan waktu. Dalam kisah Isra’ mi’raj,
Rasulullah bersama Jibril dengan wahana "buraq" keluar dari dimensi
ruang, sehingga dengan sekejap sudah berada di Masjidil Aqsha. Rasul bukan
bermimpi karena dapat menjelaskan secara detil tentang masjid Aqsha dan tentang
kafilah yang masih dalam perjalanan. Rasul juga keluar dari dimensi waktu
sehingga dapat menmbus masa lalu dengan menemui beberapa Nabi. Di langit
pertama (langit dunia) – tujuh berturut-turut bertemu (1) Nabi Adam, (2) Nabi
Isa dan Nabi Yahya, (3) Nabi Yusuf, (4) Nabi Idris, (5) Nabi Harun, (6) Nabi
Musa, dan (7) Nabi Ibrahim. Rasulullah SAW juga ditunjukkan surga dan neraka,
suatu alam yang mungkin berada di masa depan, mungkin juga sudah ada masa
sekarang sampai setelah kiamat nanti.

Sekadar analogi sederhana perjalanan keluar dimensi ruang waktu adalah seperti
kita pergi ke alam lain yang dimensinya lebih besar. Sekadar ilustrasi, dimensi
1 adalah garis, dimensi 2 adalah bidang, dimensi 3 adalah ruang. Bidang dengan
mudah menggambarkan garis. Demikian juga ruang dengan mudah menggambarkan
bidang. Tetapi dimensi rendah tidak akan sempurna menggambarkan dimensi yang
lebih tinggi. Kotak berdimensi 3 tidak tampak sempurna bila digambarkan di
bidang yang berdimensi 2.

Sekarang bayangkan ada alam berdimensi 2 (bidang) berbentuk U. Makhluk di alam
"U" itu bila akan berjalan dari ujung satu ke ujung lainnya perlu
menempuh jarak jauh. Kita yang berada di alam yang berdimensi lebih tinggi
dengan mudah memindahkannya dari satu ujung ke ujung lainnya dengan mengangkat
makhluk itu keluar dari dimensi 2, tanpa perlu berkeliling menyusuri lengkungan
"U".

Alam malaikat (juga jin) bisa jadi berdimensi lebih tinggi dari dimensi ruang
waktu, sehingga bagi mereka tidak ada lagi masalah jarak dan waktu. Karena itu
mereka bisa melihat kita, tetapi kita tidak bisa melihat mereka. Ibaratnya
dimensi dua tidak dapat menggambarkan dimensi tiga, tetapi sebaliknya dimensi 3
mudah saja menggambarkan dimensi 2. Bukankah isyarat di dalam Al-Quran dan
Hadits juga menunjukkan hal itu. Malaikat dan jin tidak diberikan batas waktuhttp://www.blogger.com/img/blank.gif
umur, sehingga seolah tidak ada kemarian bagi mereka. Mereka pun bisa berada di
berbagai tempat karena tak dibatas oleh ruang.

Rasulullah bersama jibril diajak ke dimensi malaikat, sehingga Rasulullah dapat
melihat bentuk Jibril dan malaikat lainnya dalam bentuk aslinya (baca QS
53:13-18). Rasul pun dengan mudah pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya,
tanpa terikat ruang dan waktu. Langit dalam konteks istra’ mi’raj pun bukanlah
langit fisik berupa planet atau bintang, tetapi suatu dimensi tinggi. Langit
memang bermakna sesuatu di atas kita, dalam arti fisik maupun non-fisik.

Source

Tidak ada komentar:

Posting Komentar