Mata dan qalbu senantiasa berhubungan. Jika salah satunya baik, maka akan baik pula yang lainnya. Maka menjaga mata merupakan sesuatu yang mesti kita lakukan agar qalbu merasakan banyak manfaat darinya.
Saudaraku hadzanallahu wa iyyakum- … semoga Allah Subhanahu wa ta ‘ala memberkahimu.
Berikut ini saya kirimkan Risalah untuk menambah semangat dalam mengamalkan aturan didalam syariat Islam, kita akan nukilkan -secara ringkas- uraian yang diberikan oleh Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Asy-Syaikh Taqiyuddin Abu Bakr, yang lebih dikenal dengan Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, tentang manfaat menahan pandangan mata dalam kitabnya yang sangat bernilai Ad-Da`u wad Dawa`atau Al-Jawabul Kafi liman Sa`ala ‘anid Dawa`isy Syafi.
Pertama:
Dengan menahan pandangan mata berarti berpegang dengan perintah Allah Subhanahu wa ta ‘ala yang merupakan puncak kebahagiaan seorang hamba dalam kehidupannya di dunia dan di akhirat.
Kedua:
Menahan pandangan akan mencegah sampainya pengaruh panah beracun ke dalam qalbu1 seorang hamba.
Ketiga:
Menahan pandangan akan mewariskan kedekatan seorang hamba dengan Allah Subhanahu wa ta’ala dan menyatukan qalbunya agar hanya tertuju kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebaliknya, mengumbar pandangan akan memecah belah qalbu dan mencerai-beraikannya.
Keempat:
Menguatkan qalbu dan membahagiakannya. Sebaliknya, mengumbar pandangan akan melemahkan qalbu dan membuatnya sedih.
Kelima:
Menahan pandangan akan menghasilkan cahaya bagi qalbu, sebagaimana mengumbar pandangan akan menggelapkan qalbu. Karena itulah setelah Allah Subhanahu wa ta ‘ala memerintahkan ghadhul bashar (menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan untuk melihatnya) dalam surah QS. An-Nur : 31
“Katakanlah (wahai Nabi) kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…”
Allah Subhanahu wa ta’ala ikutkan dengan firman-Nya:
“Allah (Pemberi) cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar…” (QS. An-Nur: 35),
yakni perumpamaan cahaya-Nya pada qalbu seorang hamba yang beriman yang berpegang dengan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Apabila qalbu itu bercahaya, datanglah utusan-utusan kebaikan kepadanya dari segala arah. Sebagaimana bila qalbu itu gelap akan datang kepadanya awan-awan bala` dan kejelekan dari setiap tempat. Segala macam bid‘ah, kesesatan, mengikuti hawa nafsu, menjauhi petunjuk, berpaling dari sebab-sebab kebahagiaan dan menyibukkan diri dengan sebab-sebab kesengsaraan, semua itu akan tersingkap oleh cahaya yang ada di dalam qalbu. Namun bila cahaya itu hilang, jadilah pemilik qalbu tersebut seperti seorang yang buta yang berkeliaran di malam yang gelap gulita.
Keenam:
Menahan pandangan akan mewariskan firasat yang benar yang dengannya ia akan membedakan antara yang haq dengan yang batil, antara orang yang jujur dengan yang dusta.
Ibnu Syujja‘ Al-Kirmani pernah berkata: “Siapa yang memakmurkan zhahirnya dengan mengikuti sunnah dan batinnya dengan terus menerus muraqabah2, dan menahan pandangannya dari perkara-perkara yang diharamkan, menahan jiwanya dari syubhat dan makan dari yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.”
Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan kepada hamba-Nya balasan yang sejenis dengan amalan yang dilakukannya, dan “Siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah Subhanahu wa ta ‘ala, niscaya Allah Subhanahu wa ta ‘ala akan menggantikan dengan yang lebih baik dari sesuatu tersebut.”3 Bila si hamba menahan pandangannya dari perkara yang Allah Subhanahu wa ta ‘ala haramkan maka Allah Subhanahu wa ta ‘ala gantikan dengan memberikan cahaya pada pandangan hatinya. Allah k bukakan baginya pintu ilmu dan iman, ma’rifah, firasat yang benar dan tepat, semua ini hanya diperoleh dengan bashirah qalb (penglihatan qalbu).
Ketujuh:
Menahan pandangan akan mewariskan kekokohan, keberanian, dan kekuatan pada qalbu.
Kedelapan:
Menahan pandangan akan menutup celah bagi masuknya setan ke dalam qalbu. Karena setan itu masuk bersama pandangan mata, dan akan menembus bersama pandangan tersebut ke dalam qalbu lebih cepat dari masuknya udara ke tempat yang kosong. Lalu setan pun menyusupkan bayangan (lebih jauh) dari apa yang dilihat dan memperindahnya, sehingga gambaran itu menjadi berhala di mana qalbu berdiam di atasnya. Kemudian setan menjanjikannya, membuatnya berangan-angan, dan dinyalakanlah api syahwat di dalam qalbu. Lalu dilemparkanlah kayu bakar maksiat di atasnya. Jadilah qalbu tersebut berada di dalam api yang menyala-nyala, seperti seekor kambing di atas tungku api.
Kesembilan:
Menahan pandangan akan mengosongkan qalbu dari memikirkan hal yang haram, sehingga qalbu hanya tersibukkan dengan perkara yang memberikan maslahat.
Kesepuluh:
Antara mata dan qalbu itu ada penghubung dan jalan sehingga saling berhubungan satu sama lain. Bila salah satunya baik, maka baik pula yang lain. Dan sebaliknya, bila salah satu rusak maka rusak pula yang lain. Rusaknya qalbu akan merusakkan pandangan, dan rusaknya pandangan akan merusakkan qalbu. Demikian pula sebaliknya, pandangan yang baik akan menjadikan qalbu baik dan qalbu yang baik akan membaikkan pandangan. Jika qalbu telah rusak jadilah ia seperti tempat sampah yang merupakan tempat pembuangan najis, kotoran dan yang berbau busuk. Bila sudah demikian keadaannya, ia tidak bisa menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi pengenalan terhadap Allah Subhanahu wa ta ‘ala, cinta kepada-Nya dan kembali pada-Nya, senang dan gembira bila dekat dengan-Nya. Namun yang menempatinya ketika itu adalah perkara-perkara yang sebaliknya.
Wallahul musta’an.
Ditulis ulang dan dikumpulkan oleh Muhammad Ridha Ismail. Dengan rujukan Asli lihatlah kitab Ad-Da`u wad Dawa`, karya Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, hal. 277-279
FootNote
1. Qalbu bermakna jantung, namun sering di-bahasa Indonesia-kan dengan hati. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda tentang jantung ini:
“Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh itu ada segumpal daging, apabila baik daging itu maka baik pula seluruh tubuh dan bila rusak maka rusak pula seluruh tubuh, ketahuilah segumpal daging itu adalah qalbu.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
2. Merasakan pengawasan Allah Subhanahu wa ta’ala
3. Diambil dari hadits:
مَنْ تَرَكَ شَيْئًا ِللهِ عَوَّضَهُ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ HR. Al-Imam Ahmad (5/363) dan selainnya.
Source:
Kaskus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar